Keuangan Archives - Page 3 of 3 - RDN Consulting


No more posts

July 6, 2021
WhatsApp-Image-2021-07-04-at-7.43.54-AM.jpeg

Gaji ke-13 mungkin sudah tidak asing lagi bagi Anda. Namun, apakah Anda tahu bahwa ada ragam bonus tahunan lain dan salah satunya adalah tantiem.

Tantiem sendiri adalah salah satu jenis bonus tahunan yang diterima karyawan dari perusahaan. Namun apa yang membedakan tantiem dengan jenis bonus karyawan lainnya? 

Jenis-Jenis Bonus Tahunan

Bonus tahunan karyawan biasanya diberikan apabila terdapat hal positif yang terjadi pada perusahaan.

Entah karena nilai perusahaan dalam satu periode kerja bernilai positif, prestasi karyawan, atau keberhasilan atau dalam rangka meningkatkan kesejahteraan karyawan.

Tanpa berlama-lama lagi, berikut jenis bonus tahunan yang umum diberikan oleh perusahaan.

1. Bonus Tahunan secara Umum

Bonus tahunan secara umum merupakan kompensasi variabel berupa uang tunai yang biasanya sudah dianggarkan oleh perusahaan.

Itu artinya, bonus tahunan dianggap selalu ada di setiap tahunnya dengan catatan apabila nilai keuangan perusahaan bernilai positif atau mengalami keuntungan.

Bonus tahunan juga biasanya diberikan secara proporsional.

Bagi Pegawai Negeri Sipil, bonus tahunan sering disebut juga sebagai Gaji ke-13 karena dianggap “pasti” pemberiannya oleh instansi terkait.

2. Bonus Prestasi Karyawan

Bonus prestasi biasanya diberikan untuk memberikan apresiasi bagi karyawan yang berkinerja baik atau mampu melampaui target yang diberikan perusahaan.

Untuk beberapa kasus, bonus prestasi tidak hanya diberikan secara tunai namun dalam bentuk lain seperti perjalanan insentif, emas, atau barang-barang berharga lainnya.

3. Bonus Referral

Bonus yang merupakan imbalan bagi karyawan yang berhasil merekomendasikan karyawan baru bagi perusahaan.

Karena tingkat turnover atau kebutuhan akan karyawan yang cukup tinggi, perusahaan biasanya mengadakan program referral bagi karyawan untuk mendapatkan calon kandidat.

Apabila berhasil, karyawan yang merekomendasikan akan mendapatkan bonus yang disesuaikan dengan jabatan dan jumlah karyawan yang berhasil direkomendasikan.

4. Bonus Retensi

Tingkat turnover yang tinggi menjadi ancaman laten bagi perusahaan. Oleh karena alasan tersebut, muncullah bonus retensi.

Bonus retensi adalah bonus yang diberikan dalam rangka mempertahankan karyawan.

Lantas, kapan bonus retensi diberikan? 

Bonus retensi diberikan apabila karyawan hendak ingin mengundurkan diri atau ketika karyawan sudah mengabdi pada perusahaan pada waktu yang cukup lama.

5. Tantiem

Terakhir adalah Tantiem. Istilah yang sempat disinggung pada awal paragraf juga termasuk ke dalam bonus tahunan karyawan.

Apa yang membedakan tantiem dengan bonus karyawan lainnya?

Apabila bonus umumnya diberikan kepada seluruh karyawan, tantiem hanya diberikan kepada jajaran direksi dan komisaris oleh pemegang saham berdasarkan persentase atau jumlah tertentu dari laba bersih.

Tantiem juga diatur dalam UU Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa sebagian atau seluruh laba bersih dapat digunakan untuk pembagian dividen dan tantiem.

Jika begitu, lantas apa yang membedakan tantiem dengan dividen?

 

Baca Juga: 10 Tunjangan Karyawan yang Dapat Diberikan Selain Gaji Pokok

Perbedaan Tantiem dan Dividen

Secara definisi tantiem dan dividen merupakan hal yang sama. Namun keduanya adalah hal yang berbeda.

Tantiem diberikan atas kebijakan yang dibuat oleh perusahaan sedangkan dividen dibagi berdasarkan proporsi kepemilikan saham.

Bahkan, khusus perusahaan BUMN, tantiem diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-12/MBU/11/2020

Dimana syarat pemberian tantiem adalah dengan capaian KPI paling rendah sebesar 80%, kondisi perusahaan tidak semakin merugi, dan penilaian audit minimal adalah Wajar Dengan Pengecualian.

Di sisi lain, dividen merupakan perolehan diterima secara pasif sedangkan tantiem diperoleh dari usaha aktif penerima sebagai bentuk penghargaan.

Perbedaan antara tantiem dan dividen juga bisa dilihat dari pengenaan pajaknya.

Sama seperti bonus-bonus lainnya, tantiem dikenakan PPh Pasal 21 yang juga hal tersebut juga diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.PER-31/PJ/2009, Sedangkan dividen dipotong berdasarkan PPh Pasal 23.

Jadi, itulah pengertian tantiem dan perbedaannya dengan dividen serta jenis bonus tahunan lainnya.


April 28, 2021
921733_720.jpg

Sudah mulai bekerja, tetapi masih tidak mengerti bagaimana perhitungan BPJS Ketenagakerjaan? Menghitung BPJS Ketenagakerjaan karyawan sebetulnya tidak sulit dan sudah dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2013.

Setiap program perlindungan dalam BPJS Ketenagakerjaan, memiliki perhitungan yang berbeda pula. Berikut cara menghitung sesuai program, mulai dari jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, sampai jaminan pensiun.

 

 

Jaminan Hari Tua

 

Jika Anda didaftarkan pada program Jaminan Hari Tua (JHT), Anda akan menerima manfaat yakni uang tunai. Uang tunai pada program JHT akan diberikan kepada peserta program jika  terjadi salah satu di antara 3 hal berikut ini:

  • Peserta berusia 56 tahun atau pensiun.
  • Peserta meninggal dunia (diserahkan kepada ahli waris).
  • Peserta mengalami kecacatan total tetap.

Besaran iuran JHT adalah 5,7% dari upah karyawan. Perhitungan BPJS Ketenagakerjaan pada program JHT terbagi untuk perusahaan serta karyawan. Jadi, karyawan membayar iuran sebesar 2%, sementara perusahaan membayar iuran sebesar 3,7%.

Contoh, upah Tn. M adalah Rp15.000.000 sehingga perhitungan BPJS Ketenagakerjaan program JHT Tn. M yaitu:

Iuran JHT Tn. M = 5,7% x Rp15.000.000 = Rp 855.000 setiap bulan.

Iuran JHT oleh Tn. M = 2% x Rp15.000.000 = Rp300.000 setiap bulan.

Iuran JHT oleh perusahaan = 3,7% x Rp10.000.000 = Rp555.000 setiap bulan.

Untuk mencairkan JHT 10% dan 30% oleh peserta yang masih bekerja, terdapat syarat usia kepesertaan yakni peserta harus  menginjak kepesertaan selama minimal 10 tahun. 10% diperuntukkan pada dana persiapan pensiun, sementara 30% untuk biaya perumahan.

Selain itu, pencairan JHT hingga 100% hanya diperuntukan kepada peserta yang telah tidak bekerja lagi karena resign maupun PHK, yang memenuhi 5 syarat ini:

  • Peserta perlu menunggu minimal 1 bulan sejak keluar dari pekerjaan.
  • Kartu BPJSTK harus mempunyai paklaring.
  • Mempunyai kartu BPJS.
  • Kepesertaan wajib dalam keadaan nonaktif.
  • Membawa dokumen persyaratan pencairan.

 

 

Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

 

Program BPJS Ketenagakerjaan berikutnya adalah Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Program JKK adalah program yang memberikan perlindungan risiko kecelakaan yang mungkin saja terjadi terkait dengan hubungan kerja. Hal ini termasuk jika Anda melakukan commuting kerja.

Namun, setiap pekerjaan yang mempunyai risiko berbeda sehingga iuran pada setiap risiko berbeda pula. Hal ini telah tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 Pasal 16.

  • sangat rendah, 0,24%
  • rendah, 0,54%
  • sedang, 0,89%
  • tinggi, 1,27%
  • sangat tinggi, 1,74%

Tingkat risiko ini wajib dievaluasi bagi tiap karyawan setidaknya 2 tahun sekali. Iuran JKK dibebankan sepenuhnya oleh perusahaan sehingga komponen ini  merupakan penghasilan bruto karyawan tambahan.

Jika upah dibayar secara harian, maka upah sebulan dihitung dari upah harian dikalikan 25. Lalu kemudian apabila upah dibayar secara borongan maupun satuan, maka upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 3 bulan terakhir.

Contoh, Nn. B mempunyai pekerjaan dengan risiko kecelakaan kerja rendah. Upah Nn. B setiap bulan sebesar Rp4.500.000. Perhitungan BPJS Ketenagakerjaan Nn. B pada program JKK yaitu

0,54% x Rp4.500.000 = Rp24.300 per bulan.

 

Jaminan Kematian (JKM)

 

Kemudian, perhitungan BPJS Ketenagakerjaan pada program Jaminan Kematian (JKM). Program JKM adalah program yang memberikan pesertanya berupa manfaat uang tunai. Sama seperti JKK, JKM termasuk komponen penambah penghasilan bruto yang dikenakan pajak penghasilan PPh 21. 

Uang tunai diserahkan kepada ahli waris peserta jika meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Uang yang diserahkan yakni sejumlah:

  • Rp 12.000.000, santunan berkala.
  • Rp3.000.000, biaya pemakaman.
  • Rp 20.000.000, santunan kematian.
  • Rp36.000.000, untuk ahli waris.
  • Bagi peserta dengan masa iuran minimal 3 tahun, maksimal Rp174.000.000, dan beasiswa 2 anak mulai dari TK sampai kuliah.

Iuran JKM sepenuhnya dibebankan kepada perusahaan. Biaya iuran setiap bulannya adalah 0,3% dari upah per bulan.

Contoh, Ny. L mempunyai upah sejumlah Rp10.000.000 setiap bulan. Maka iuran yang harus dibayar perusahaan untuk jaminan kematian Ny. Z yaitu:

0,3% x Rp10.000.000 = Rp30.000 setiap bulan.

 

 

Jaminan Pensiun (JP)

 

Kemudian, perhitungan BPJS Ketenagakerjaan untuk program Jaminan Pensiun (JP). Jika seorang karyawan didaftarkan pada program JP, maka ketika memasuki usia pensiun akan menerima uang yang diberikan per bulan.

Dengan syarat bahwa peserta telah memenuhi masa iuran selama 180 bulan atau 15 tahun. Jika ternyata peserta meninggal dunia saat sedang masa iuran, maka uang pensiun per bulan akan diserahkan terhadap ahli waris. 

Selain itu, peserta program JP juga akan menerima uang tunai jika mengalami kecacatan total tetap, atau diserahkan terhadap ahli waris jika peserta meninggal. Dengan demikian, JP tentu berbeda dengan JHT.

Besaran iuran JP adalah 3% dari upah per bulan. Pembayaran terbagi menjadi 2, 2% dibebankan kepada perusahaan, sementara 1% dibebankan kepada karyawan. Akan tetapi, jika upah peserta lebih dari Rp7.000.000, maka upah tetap dianggap Rp 8.939.700 sehingga sisanya tidak dihitung.

Potongan iuran JHT serta JP dari gaji karyawan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto karyawan sebelum dipotong pajak PPh 21.

Contoh, Tn. J mempunyai upah sejumlah Rp25.000.000 setiap bulan. Maka perhitungan BPJS Ketenagakerjaan iuran JP dari Tn.J yakni:

Iuran JP Tn. J = 3% x Rp7.000.000 = Rp210.000 setiap bulan.

Iuran JP oleh perusahaan = 2% x Rp7.000.000 = Rp140.000 setiap bulan.

Iuran JP oleh Tn. J = 1% x Rp7.000.000 = Rp70.000 setiap bulan.

Baca Juga: Ini 5 Komponen Gaji Karyawan yang Perlu Anda Ketahui

Demikian cara perhitungan BPJS Ketenagakerjaan karyawan yang perlu diketahui. Jika perusahaan memiliki skala upah yang beragam, tentu perhitungan BPJS Ketenagakerjaan menjadi proses yang memberatkan. Terlebih apabila mempengaruhi perhitungan pajak penghasilan karyawan.

Anda dapat berkonsultasi dengan Rusdiono Consulting untuk mendapat insight terbaru seputar ketenagakerjaan dan perpajakan perusahaan. Hal ini termasuk layanan audit internal, jasa akuntansi, perpajakan, analisis finansial, hingga pemodelan finansial. Hubungi kami sekarang.


April 26, 2021
WhatsApp-Image-2021-04-25-at-4.52.09-PM.jpeg

Setiap kali seseorang membuka bisnis yang melibatkan inventaris, pertanyaan yang muncul setelah beberapa waktu adalah “Bagaimana cara menilai pajak atas sesuatu yang terus berfluktuasi?” Ternyata, terdapat beberapa metode penilaian persediaan yang membuat masalah ini menjadi sederhana bagi pemilik bisnis. Simak ulasannya berikut ini.

Pengertian Penilaian Persediaan (Inventory Valuation)

Penilaian persediaan adalah praktik akuntansi yang oleh perusahaan untuk mengetahui nilai persediaan yang tidak terjual pada saat mereka menyusun laporan keuangan. Persediaan merupakan aset bagi suatu perusahaan, dan untuk mencatatnya di neraca harus memiliki nilai finansial. Nilai ini dapat membantu Anda menentukan rasio perputaran inventaris, yang selanjutnya akan membantu Anda merencanakan keputusan pembelian.

Sebagai contoh, jika Anda menjalankan bisnis sepatu dan tersisa 50 pasang sepatu di akhir tahun, Anda perlu menghitung nilai keuangannya dan pencatatannya di neraca Anda. Mari kita lihat bagaimana dan mengapa Anda akan menghitung nilainya.

 

Kenapa Inventory Valuation Penting?

Mengidentifikasi barang yang tidak terjual hanyalah salah satu langkah dalam penilaian persediaan. Anda juga membutuhkan nilai tukar yang dapat dikalikan dengan kuantitas untuk mendapatkan nilai akhir. Anda mungkin telah membayar harga yang berbeda untuk barang-barang ini sepanjang tahun, jadi Anda perlu memilih teknik untuk menghitung tarif umum.

Melanjutkan contoh sebelumnya, mari kita lihat pembelian Anda untuk jenis sepatu kets tertentu sepanjang tahun:

 

Item (Sneakers) Purchase (No.) Rate (each pair, rupiah)
January 100 30.000
March 150 31.000
July 100 31.000
October 110 31.000
December 90 35.000
Items purchased 550
Items sold 500
Items unsold 50
Inventory value 50 x? (30.000 atau 31.000 atau 35.000)

 

Di akhir tahun, Anda memiliki 50 pasang barang yang tidak terjual, tetapi karena fluktuasi harga produk, Anda menghadapi dilema mengenai tarif mana yang harus Anda gunakan. Karena itu, Anda perlu memilih metode. 

Pada bagian berikut, kita akan melihat berbagai teknik penilaian inventaris dan berbagi beberapa petunjuk yang dapat membantu Anda memilih metode yang tepat untuk bisnis Anda.

 

Apa saja Metode Penilaian Persediaan?

Terdapat tiga metode untuk penilaian persediaan: FIFO (First In, First Out), LIFO (Last In, First Out), dan WAC (Weighted Average Cost).

  • FIFO

Anda berasumsi bahwa barang pertama yang dibeli adalah barang pertama yang keluar dari gudang. Dengan kata lain, setiap kali Anda melakukan penjualan, di bawah FIFO, item akan dikurangi dari daftar produk pertama yang masuk ke toko atau gudang Anda. 

  • LIFO

Anda membuat asumsi sebaliknya: item terakhir yang masuk ke toko Anda adalah yang pertama keluar.

  • WAC

Anda menggunakan biaya rata-rata item sepanjang tahun. Biaya rata-rata per unit dihitung dengan membagi total biaya dengan jumlah total unit yang dibeli selama tahun tersebut.

Baca Juga: Istilah Manajemen Persediaan beserta Metode dan Fungsinya

 

Bagaimana Menilai Persediaan dengan Metode Penilaian Persediaan yang Berbeda?

Mari lanjutkan contoh di atas dan cari tahu bagaimana masing-masing metode ini menghitung nilai persediaan Anda yang tidak terjual.

Item (Sneakers) Purchase (No.) Rate (each pair, rupiah) Total Cost FIFO LIFO WAC
January 100 30.000 300.000 Asumsikan bahwa 500 pasang yang terjual berasal dari barang yang paling lama (dari Januari hingga Oktober). 50 sisanya adalah yang i terbaru. Asumsikan bahwa 500 pasang yang terjual berasal dari item terbaru (Desember hingga Maret). 50 sisanya adalah barang lebih lama. Hitung dulu harga rata-rata / unit sepatu kets yang dibeli sepanjang tahun, lalu gunakan angka ini untuk menilai Inventaris yang tidak terjual di akhir tahun.
March 150 31.000 465.000
July 100 31.000 310.000
October 110 31.000 341.000
December 90 35.000 315.000
Items purchased 550
Items sold 500
Items unsold 50
Total 1.731.000
Average price/unit 1.731.000/550 = 31.500
Inventory value 50 x? (30.000 atau 31.000 atau 35.000) 50 x 35.000 = 1.750.000 50 x 30.000 = 1.500.000 50 x 31.500 = 1.575.000

 

Dari tabel ini, Anda dapat melihat bagaimana nilai persediaan Anda yang tidak terjual pada akhir tahun akan berbeda berdasarkan metode penilaian yang Anda pilih. Namun, ada dua hal yang perlu diingat:

  • Dalam contoh di atas, nilai FIFO lebih dari nilai LIFO karena Anda membayar lebih per unit di akhir tahun. Namun, tidak selalu demikian. Jika harga pembelian Anda turun sepanjang tahun, nilai FIFO akan lebih kecil dari nilai LIFO dan nilai WAC akan berubah sesuai dengan itu.
  • Jika jumlah barang yang tidak terjual di akhir tahun lebih besar dari pesanan pertama atau terakhir, maka perhitungannya akan sedikit berbeda. Misalnya, jika Anda memiliki 150 item yang tidak terjual di akhir tahun , maka perhitungannya akan terlihat seperti ini:

 

  • FIFO: Barang yang dibeli lebih dulu akan dijual lebih dulu

Gunakan tarif pembelian terbaru untuk jumlah item yang termasuk dalam pesanan terbaru, lalu gunakan tarif sebelumnya untuk item yang tersisa.

90 x 35.000 = 3.150.000 ( Semua barang yang dibeli di bulan Desember)

60 x 31.000 = 1.860.000 ( Sisa barang yang akan dinilai menggunakan tarif dari  Oktober)  

Jumlah 5.010.000

  • LIFO: Item yang dibeli terakhir akan dijual lebih dulu

Gunakan tarif pembelian terlama untuk jumlah item yang termasuk dalam pesanan terlama, lalu gunakan tarif berikutnya untuk item yang tersisa.

100 x30.000 = 3.000.000 ( Semua item yang dibeli di bulan  Januari)

50 x 31.000 = 1.550.000 ( Sisa item yang akan dinilai menggunakan tarif dari Maret.)

Jumlah 4.550.000

  • WAC: Biaya rata-rata per unit

150 x 31.500 = 4.725.000  ( Harga rata-rata per unit akan tetap sama karena  TIDAK ADA perubahan harga dan kuantitas yang dibeli )

Metode Penilaian Persediaan Mana yang Terbaik untuk Bisnis Anda?

Sebenarnya tidak ada jawaban langsung untuk pertanyaan ini. Metode penilaian persediaan Anda bergantung pada kondisi pasar, dan tujuan keuangan perusahaan Anda. Berikut adalah beberapa skenario yang dapat membantu Anda menentukan metode penilaian persediaan terbaik untuk bisnis Anda.

  • Mengajukan Pinjaman untuk Ekspansi Bisnis

Jika Anda berencana untuk mengajukan pinjaman, maka Anda perlu menyimpan saham Anda sebagai jaminan. Dalam kasus seperti itu, akan lebih baik jika nilai saham Anda tinggi, karena penilaian yang lebih tinggi akan memberikan lebih banyak jaminan kepada pemberi pinjaman. 

Jika harga meningkat sepanjang tahun, teknik penilaian persediaan FIFO akan memberi Anda nilai yang lebih tinggi untuk menutup persediaan. Jika harga turun, teknik LIFO akan memberi Anda nilai yang lebih tinggi. 

Nilai persediaan penutup di neraca Anda merupakan salah satu faktor yang digunakan oleh lembaga keuangan sebelum menyetujui pinjaman ke sebuah perusahaan, sehingga teknik yang memberi Anda nilai persediaan tertinggi akan menjadi yang terbaik untuk perusahaan Anda.

  • Menarik Investor 

Perusahaan dengan margin keuntungan yang tinggi bisa mendapatkan banyak perhatian dari calon investor dan membuat pemegang sahamnya senang. Jadi jika Anda mencari peluang pendanaan baru atau jika Anda ingin menyenangkan pemegang saham Anda dengan pendapatan yang baik, maka penilaian FIFO akan bermanfaat dalam kondisi pasar yang inflasi. 

Demikian pula, penilaian LIFO akan menjadi pilihan yang lebih baik saat harga sedang turun. Karena metode FIFO menghasilkan laba kotor yang lebih tinggi, hal tersebut akan membuat perusahaan lebih menarik bagi investor.

  • Menghemat Pajak

Jika Anda sedang mencari cara untuk mengurangi kewajiban pajak Anda, maka teknik penilaian persediaan Anda dapat membantu. Dengan asumsi situasi inflasi lagi, teknik penilaian LIFO akan menghemat uang Anda. 

Kewajiban pajak tertinggi dibebankan jika Anda mengikuti teknik penilaian FIFO, karena keuntungannya juga paling tinggi. Di bawah LIFO, kewajiban lebih rendah karena margin keuntungan lebih rendah. Namun, perlu diingat bahwa kami mengasumsikan harga akan naik sepanjang tahun. Selama depresi ekonomi, skenario ini mungkin berjalan berbeda.

 

Metode Penilaian Persediaan Menurut Aturan Pajak

Namun, jika mengacu pada Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, dalam pasal 6 metode persediaan yang diperkenalkan dalam perpajakan,  hanya terdapat 2 metode yang dapat digunakan yaitu metode rata-rata (average) maupun FIFO (First In First Out). 

Kedua metode terkait memiliki kelebihan serta kekurangan, yang secara finansial menjadi pertimbangan bagi wajib pajak. Pertimbangan secara fiskal dari pemakaian metode perhitungan persediaan ini sama dengan pertimbangan secara finansial. Wajib pajak tentu akan memutuskan untuk memakai metode yang menghasilkan PPh terutang yang lebih rendah.

 

Kesimpulan

Konsep penilaian persediaan mungkin tampak sedikit berat pada awalnya. Namun, begitu dipecahkan dan mendemonstrasikan setiap metode, hal ini menjadi jauh lebih sederhana. Itulah yang Rusdiono Consulting coba capai dalam artikel ini. 

Apakah Anda seorang pemilik bisnis yang mapan atau pengusaha pemula, Anda perlu tahu tentang penilaian persediaan karena inventaris memainkan peran besar dalam kategori aset di neraca Anda. Pemahaman tentang penilaian inventaris dan pentingnya dapat membantu Anda memenuhi tujuan pertumbuhan bisnis, dan manfaatkan kondisi pasar saat ini dengan sebaik-baiknya.

Jika Anda perlu konsultan berpengalaman mengenai metode penilaian persediaan maupun aturan perpajakannya, Anda dapat menghubungi Rusdiono Consulting sekarang.


March 15, 2021
WhatsApp-Image-2021-03-14-at-7.55.06-AM.jpeg

Dalam mengukur performa bisnis atau keuangan sebuah perusahaan, banyak alat ukur yang digunakan salah satunya adalah EBITDA.

Istilah EBITDA sebenarnya tidak asing apabila Anda seorang manajer keuangan. Namun istilah ini cukup asing bagi sebagian orang.

Sebenarnya apa itu EBITDA dalam laporan keuangan sebuah perusahaan? Bagaimana rumusnya dan kapan alat ukur ini bisa digunakan?

Untuk mengetahui lengkap tentang alat ukur keuangan tersebut, simak penjelasan berikut.

 

Pengertian EBITDA

EBITDA adalah akronim dari Earning Before Interest, Tax, Depreciation, and Amortization atau dalam bahasa Indonesia merupakan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi.

Umumnya, secara sederhana perusahaan hanya menghitung laba sebelum bunga dan pajak saja. Namun pebisnis biasanya menggunakan EBITDA untuk melihat gambaran keuangan perusahaan yang lebih “besar” karena terdapat faktor depresiasi dan amortisasi.

Selain itu, perhitungan EBITDA biasanya digunakan oleh perusahaan yang memiliki keuntungan yang tidak begitu besar atau perusahaan yang baru berkembang untuk menyiasati laporan keuangan yang nantinya disajikan kepada investor.

Oleh karena itu, EBITDA tidak termasuk dalam General Accepted Accounting Principle (GAAP) atau praktik akuntansi dasar.

Perhitungan menggunakan EBITDA dinilai sangat fleksibel karena setiap perusahaan memiliki faktor perhitungan yang berbeda-beda.

 

Perbedaan EBIT dan EBITDA

Perbedaan EBIT dan EBITDA adalah terdapat pada subyektifitas bisnis salah satunya yang berasal dari biaya depresiasi dan amortisasi.

Jika EBIT merupakan perhitungan laba operasional, EBITDA lebih memperhitungkan hal-hal yang sifatnya lebih aktual.

EBIT biasanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan capital-intensive seperti perusahaan manufaktur atau minyak dan gas.

Sedangkan EBITDA biasanya digunakan oleh perusahaan yang masih berkembang atau perusahaan yang memiliki keuntungan tidak terlalu besar.

Satu hal lagi yang membedakan kedua tools tersebut adalah EBITDA cenderung digunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan modal.

Sedangkan EBIT menggambarkan kemampuan sebuah perusahaan dalam menjalankan operasional bisnisnya.

Intinya, baik EBIT maupun EBITDA keduanya merupakan alat ukur dalam menganalisis performa keuangan sebuah perusahaan tergantung tujuan perusahaan dalam melakukan analisis keuangannya.

Baca Juga: 5 Jenis Laporan Keuangan dan Pengertiannya

 

Komponen-Komponen EBITDA

Sebelum lebih jauh kepada perhitungan EBITDA, Anda perlu memahami komponen-komponen perhitungannya. Adapun komponennya adalah sebagai berikut;

 

1. Bunga (Interest)

Secara umum, bunga merupakan kewajiban perusahaan yang harus dikeluarkan atas utang dari pihak ketiga dalam rangka menjalankan kegiatan operasional bisnisnya.

Bunga setiap perusahaan juga berbeda-beda tergantung struktur modal atau pendanaan yang digunakan.

Hal tersebut tentu nantinya akan memengaruhi akurasi perhitungan keuntungan dari setiap perusahaan pembandingnya.

Oleh karena itu, banyak perusahaan yang menambahkan bunga lagi yang dibebankan dan mengabaikan struktur modal karena dianggap lebih mudah dalam hal membandingkan performa bisnis. Meski begitu, perusahaan tetap bisa mengambil keuntungan dari faktor tersebut.

Baca Juga: Kenali Pajak Bunga Tabungan, Salah Satu Objek Pajak Penghasilan

 

2. Pajak (Tax)

Seperti halnya bunga, pajak yang dibebankan oleh setiap perusahaan juga berbeda-beda tergantung dari jenis beban dan wilayah operasional perusahaan.

Pajak sendiri merupakan kewajiban yang ditetapkan oleh negara kepada wajib pajak baik secara perorangan maupun badan.

Banyak para analis keuangan menganggap analisis EBITDA sangat efektif dalam membandingkan perusahaan lintas negara.

 

3. Depresiasi

Depresiasi merupakan penyusutan nilai suatu aset perusahaan dimana beban non-tunai atau aset bisnis terus mengalami penurunan secara bertahap.

Hal tersebut depresiasi dinilai dari nilai historis suatu aset perusahaan bukan dari kinerja yang telah berlangsung.

Biasanya depresiasi berbentuk aset tetap misalnya peralatan atau bangunan. Di sisi lain, depresiasi setiap perusahaan juga berbeda-beda.

 

4. Amortisasi

Amortisasi memiliki kesamaan dengan depresiasi hanya saja amortisasi merupakan penyusutan nilai aset tidak berwujud dalam waktu umur ekonomis yang lama misalnya saja hak paten.

Fungsi amortisasi adalah sebagai gambaran nilai aset perusahaan saat akan dijual kembali.

Amortisasi juga bisa disebut sebagai proses pelunasan utang dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan secara bertahap.

 

Cara Menghitung dan Rumus EBITDA

Pada dasarnya, cara menghitung dan rumus EBITDA lebih sederhana dibanding alat ukur keuangan lainnya karena perhitungan berdasarkan penjumlahan seluruh faktor-faktor penyusun EBITDA itu sendiri.

Umumnya, EBITDA dihitung dengan menjumlahkan laba operasional atau EBIT (Earnings Before Interest and Tax) dengan depresiasi dan amortisasi. Jika disederhanakan akan membentuk rumus berikut.

= EBIT (Laba Operasional) + Biaya Depresiasi + Biaya Amortisasi

Jika dijabarkan, rumus EBITDA bisa juga seperti berikut.

= Laba Bersih + Bunga + Pajak + Biaya Depresiasi + Biaya Amortisasi

Jika dilihat dari rumusnya, bunga ditambahkan kembali untuk mengabaikan jumlah utang dan efek lainnya yang dihasilkan dari biaya pajak.

Hal tersebut membuat perhitungan EBITDA sejatinya tidak menggambarkan posisi keuangan perusahaan sebenar-benarnya dan digunakan untuk menyiasati laporan keuangan yang akan diberikan kepada calon investor.

 

Analisis Perhitungan EBITDA

Metode analisis perhitungan EBITDA cukup sederhana. Semakin besar nilainya, maka perusahaan semakin baik dalam meraih laba.

Sebagai perbandingan antar perusahaan, jika rata-rata EBITDA sebuah perusahaan lebih tinggi dibanding pesaingnya, maka perusahaan tersebut lebih baik dalam meraih keuntungan dibanding perusahaan pesaing lainnya.

Selain itu, ketika nilai EBITDA sebuah perusahaan semakin besar setiap tahunnya, maka perusahaan tersebut dapat berpeluang meningkatkan keuntungannya.

 

Fungsi dan Kelebihan EBITDA

Sama halnya dengan komponen keuangan lainnya, perhitungan EBITDA memiliki fungsi untuk mengukur kondisi keuangan sebuah bisnis.

Namun secara lengkap EBITDA memiliki fungsi sebagai berikut.

  1. Sebagai pembanding performa bisnis perusahaan di bidang yang sama
  2. Bagi perusahaan yang tidak memiliki keuntungan besar, EBITDA mampu mendongkrak gambaran keuangan perusahaan
  3. Sebagai perbandingan atau opsi antar komponen pembentuk laporan keuangan
  4. Membandingkan pendapatan dan nilai perusahaan dalam rasio valuasi.

Bagi perusahaan yang sedang berkembang dan mencari investor, analisis EBITDA menjadi tools yang bisa digunakan untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut ke depannya memiliki potensi keuntungan yang baik.

 

Kekurangan Perhitungan EBITDA

Perhitungan EBITDA yang memiliki fleksibilitas yang tinggi menjadi salah satu kekurangannya. 

Hal ini karena perhitungan EBITDA mengesampingkan faktor-faktor penting keuangan lainnya seperti aset, utang, dan pembiayaan lainnya. Hal tersebut juga bisa membuat perusahaan tidak sensitif terhadap beban yang sebenarnya.

Contohnya adalah EBITDA mengabaikan biaya yang dibutuhkan untuk mengganti peralatan yang mengalami depresiasi.

Misalnya begini, Anda telah menjual sekian barang dan mendapatkan keuntungan sekian rupiah. Tapi biaya yang dikeluarkan untuk peralatan dalam membuat barang untuk memenuhi target penjualan terabaikan dalam perhitungan.

Contoh lainnya adalah ketika ingin menginvestasikan peralatan yang sudah ada dengan peralatan yang lebih canggih. Namun Anda hanya melihat laba bersihnya saja tanpa melihat seberapa besar Anda mengeluarkan peralatan baru tersebut.

Selain itu, mengesampingkan beban bunga juga menjadi hal yang cukup berisiko dan bisa berakibat pada laba yang didapat.

 

Kesimpulan

Pada akhirnya EBITDA merupakan salah satu komponen keuangan dalam rangka mengukur dan membandingkan performa perusahaan.

Selain itu EBITDA dianggap tidak mencerminkan likuiditas atau keuntungan sebuah perusahaan sebenarnya yang seringkali dianggap menyesatkan baik bagi perusahaan maupun investor.

EBITDA juga tidak masuk ke dalam perhitungan resmi sesuai standar akuntansi. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan tidak menggunakan komponen tersebut sebagai satu-satunya jalan dalam mengukur performa bisnis.


March 4, 2021
business-man-team-analyzing-financial-statement-planning-financial-customer-case-office_1423-3365.jpg

Istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tentu sudah sering terlintas di telinga kita. Dari tahun ke tahun, jumlah APBN seringkali lebih tinggi daripada pendapatan negara. Lalu bagaimana pemerintah mendapat dana agar menutup defisit anggaran tersebut? Salah satunya dengan Surat Perbendaharaan Negara (SPN). Namun, apa itu SPN? Bagaimana perpajakan dalam SPN? Simak artikel berikut ini.

Apa itu Surat Perbendaharaan Negara (SPN)?

SPN adalah Surat Utang Negara (SUN) dengan jangka waktu paling lama 12 bulan yang dibayar dengan pembayaran bunga secara diskonto. 

Dengan kata lain, suku bunga SPN adalah imbalan yang didapatkan oleh pembeli atau investor SPN yang dihitung dalam persentase terhadap jumlah pokok utang dalam waktu setahun. Akan tetapi, bayarannya dapat dilakukan secara tiga bulan sekali atau diskonto.

Sementara itu, SUN adalah surat berharga dengan bentuk surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing dengan pembayaran bunga serta pokoknya dijamin oleh Negara Republik Indonesia.

Dengan diterbitkannya SUN, pemerintah melakukan pinjaman dana dari para investor yang akan dipakai untuk keperluan APBN. Sebaliknya, investor akan menerima keuntungan yang disebut sebagai kupon (bunga) dari penempatan dana di SBN terkait.

Surat utang negara diberlakukan sesuai masa waktu yang disepakati, yang terbagi atas SPN dan Obligasi Negara. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002, SPN termasuk ke dalam salah satu jenis SUN.

Ketika SPN diklasifikasikan menurut kepemilikan, maka terbagi atas :

  • SPN milik Bank Pemerintah
  • SPN milik Bank Swasta Nasional
  • SPN milik Campuran
  • SPN milik Bank Asing
  • SPN milik Bank Pembangunan Daerah (BPD)
  • SPN milik Bank Indonesia
  • SPN milik Nasabah.

Perpajakan dalam SPN

Penghasilan yang diterima wajib pajak yakni diskonto SPN dengan potongan PPh yang bersifat final. Sementara cara menghitung diskonto SPN yaitu sebagai berikut:

  1. Selisih lebih antara nilai nominal saat jatuh tempo dengan harga perolehan di pasar (perdana atau sekunder),
  2. Selisih lebih antara harga jual di pasar sekunder dengan harga perolehan di pasar sekunder atau pasar perdana. Mudahnya, selisih lebih antara harga perolehan dengan harga jual.

Pasar perdana adalah kegiatan menawar dan menjual SUN dalam pertama kali, sedangkan pasar sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah dijual di pasar perdana. 

Sumber data final pasar sekunder untuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), dapat diakses di website yang yang dipublikasikan oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Tarif PPh Final atas diskonto SPN sebesar 20 persen bagi wajib pajak dalam negeri serta Bentuk Usaha Tetap (BUT). Sementara penerima diskonto SPN yang berstatus wajib pajak luar negeri, maka ketentuan potongan PPh sebesar 20 persen atau sesuai dengan tax treaty yang berlaku, termasuk ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang diberlakukan terhadap wajib pajak yang berkedudukan di luar negeri.

Baca Juga: Tarif dan Cara Menghitung PPh Final Jasa Konstruksi Terbaru

Jika mengacu pada PP 11 Tahun 2006, pemotong PPh Final atas diskonto SPN adalah Bank Indonesia sebagai agen pembayar bunga serta pokok SUN. Kini, berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008, pemotong PPh Final yakni:

  1. Emiten atau kustodian dengan diskonto SPN yang diterima oleh pemegang SPN pada saat jatuh tempo.
  2. Broker ataupun bank dengan diskonto SPN yang diterima di pasar sekunder.

Namun, terdapat beberapa pengecualian pengenaan PPh Final tersebut, yakni ketika penerima diskonto:

  1. Bank dalam negeri atau di dalam negeri.
  2. Dana Pensiun yang telah diakui Menteri Keuangan.
  3. Reksadana yang terdaftar pada Bapepam LK.

Demikian penjelasan mengenai SPN beserta aturan perpajakan dalam SPN. Semoga dapat bermanfaat dan membantu Anda lebih memahami surat utang negara termasuk surat perbendaharaan negara.

Berbicara mengenai perpajakan, Anda sebagai investor maupun pebisnis dapat mulai berkonsultasi dengan jasa konsultan pajak Indonesia seperti Rusdiono Consulting. Dengan para profesional berlisensi yang berpengalaman selama bertahun-tahun, Anda dapat mendapat saran terbaik mengenai urusan pajak bisnis maupun pribadi.

Selain pajak, Anda juga dapat berkonsultasi mengenai jasa akuntansi, layanan audit internal, hingga analisa dan pemodelan finansial. Segera hubungi kami untuk dapatkan solusi bisnis terbaik.


March 2, 2021
close-up-account-working-about-financial-with-calculator-office-calculate-expenses-accounting-concept_1645-177.jpg

Bagi Anda yang tidak ingin mengambil risiko tinggi dalam berinvestasi, tentu deposito menjadi salah satu jenis investasi yang dapat Anda pilih. Deposito memang terkenal akan keamanannya, tetapi sebagian besar pengguna deposito tidak menyadari bahwa terdapat pajak bunga deposito yang perlu dibayarkan. 

Pada dasarnya, deposito mirip dengan tabungan. Namun, deposito mempunyai perjanjian terikat antara nasabah dengan bank dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Anda tidak dapat mengambil dana yang telah didepositokan dalam waktu yang telah disepakati.

Mulai dari 1,3, 6, 12, hingga 24 bulan. Jika Anda menarik dana sebelum jatuh tempo, maka akan dikenakan pinalti ataupun biaya tambahan yang besarannya sesuai kebijakan bank terkait. 

Lalu selain keamanan, banyak masyarakat memilih menjadi pengguna deposito karena semakin besar uang yang didepositokan dengan jangka waktu yang lama, maka semakin besar pula bunga yang akan diterima.

Maka dari itu, hadir pajak deposito atau pajak atas bunga yang Anda terima. Untuk lebih lengkapnya, simak pembahasannya di bawah ini.

 

Apa itu Pajak Deposito?

Pajak deposito adalah salah satu jenis pajak yang tercantum sesuai PPh Pasal 4 ayat 2 yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, yakni pajak penghasilan atas penghasilan-penghasilan tertentu yang bersifat final serta tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan terutang. 

Jadi, dasar hukum yang berlaku yakni:

  • PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diatur dalam PP 131 Tahun 2000 (diberlakukan sejak 1 Januari 2001 dan ditetapkan melalui SE-01/PJ.43/2001).
  • Pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diatur dalam KMK-51/KMK.04/2001(diberlakukan sejak 1 Januari 2001).

Dengan tarif pajak sebesar 20 persen untuk Anda yang memiliki deposito lebih dari Rp7,5 juta. Oleh karenanya, suku bunga yang Anda dapatkan nantinya akan dikurangi oleh besaran pajak tersebut. 

Hal ini juga termasuk bunga yang diterima dari deposito maupun tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang luar negeri di Indonesia. Besarannya sama seperti sebelumnya yang telah dijelaskan, 20 persen jika mencapai Rp7,5 juta.

Sementara itu, suku bunga deposito akan berubah pada setiap bank dalam periode waktu tertentu. Agar mendapat keuntungan, nasabah biasanya menentukan pilihan pada bank yang memberikan suku bunga tinggi. 

Hal yang perlu Anda ketahui adalah, dana akhir yang Anda dapatkan, sudah dikenakan potongan pajak. Jadi jangan heran ketika mencairkan deposito, suku bunga yang diterima tidak sama persis dengan perhitungan karena telah dikurangi untuk membayar pajak.

Dan cara perhitungan pajak deposito sesuai suku bunga, bukan jumlah total deposito. Oleh karena itu, penerimaan suku bunga yang  besar berbanding lurus dengan pajak yang semakin besar. 

Sementara itu, suku bunga deposito akan berubah pada setiap bank dalam periode waktu tertentu. Agar mendapat keuntungan, nasabah biasanya menentukan pilihan pada bank yang memberikan suku bunga tinggi. Jadi, bagaimana cara menghitung pajak bunga deposito?

Baca Juga: Kenali 8 Jenis Pajak Penghasilan di Indonesia

Cara Menghitung Pajak Bunga Deposito 

Dalam perhitungan pajak deposito, sebetulnya cukup sederhana. Anda hanya perlu mengalikan 20 persen dari jumlah suku bunga yang didapatkan. Contoh, Anda mempunyai deposito sebesar Rp60.000.000 di bank, lalu menerima bunga deposito sebesar 5 persen setiap tahun. Maka, cara menghitung pajak bunga deposito Anda yakni seperti berikut:

Bunga deposito per tahun : Rp60.000.000 x 5% = Rp3.000.000

Bunga deposito per bulan : Rp3.000.000 : 12 = Rp250.000

Pajak deposito per bulan : Rp250.000 x 20% = Rp50.000

Pajak deposito per tahun :  Rp50.000 x 12 = Rp600.000

Sederhana bukan? Setelah Anda paham pajak deposito, maka Anda dapat menghitung serta mengkalkulasikan berapa jumlah suku bunga yang Anda terima setiap bulan ataupun setiap tahun. 

Aturan Tertentu Mengenai Pajak Bunga Deposito

Menurut Peraturan Pemerintah No. 131 Tahun 2000 tentang pengecualian pemotongan PPh atas Bunga Deposito, tabungan, serta diskonto tidak dikenakan pajak deposito jika jumlahnya tidak melebihi Rp7,5 juta. Dengan kata lain, suku bunga yang Anda peroleh menjadi utuh tanpa pengurangan pajak.

Caranya, Anda hanya perlu mencari bank yang mempunyai produk deposito dengan nominal kurang dari Rp7,5 juta. 

Kemudian, akhir-akhir ini baru saja terdapat aturan yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak mengenai pajak bunga deposito. Aturannya adalah Peraturan Dirjen Pajak No PER-01/PJ/2015 tentang Penyerahan Bukti Potong Pajak atas Bunga Deposito.

Aturan yang berisikan kewajiban pelaku perbankan atau bank agar melaporkan Bukti Potong Pajak atas Bunga Deposito dan tabungan para nasabah secara terperinci. Jadi sebelumnya, bank hanya melaporkan bukti potong pajak secara umum saja, tidak secara terperinci. 

Bahkan dalam aturan tersebut, pelaku perbankan harus menyertakan data mengenai PPh, termasuk bukti potongannya kepada aparatur pajak. Akan tetapi pada akhirnya, aturan tersebut dicabut karena dasar hukum yang tidak memadai. 

Tips Memulai Deposito

Deposito memang memiliki banyak peminat karena suku bunga serta keamanan yang tinggi. Apakah Anda juga berminat untuk memulai deposito? Simak tips ringkas dibawah ini.

  1. Memilih bank dengan reputasi yang baik dan sehat demi menjamin keamanan dana Anda. Ketahui pula pinalti atau biaya tambahan jika mencairkan dana dengan lebih cepat.
  2. Tentukan jangka waktu deposito sesuai dengan kebutuhan Anda. Tersedia 1 hingga 24 bulan. 
  3. Perhatikan dengan baik perjanjian deposito. Seperti pencairan dana hingga pewarisan dana deposito.
  4. Ketahui pula berapa persen suku bunga yang akan Anda dapatkan.

Demikian beberapa hal mengenai pajak deposito yang perlu Anda ketahui. Semoga artikel ini membantu Anda untuk mendalami lebih jauh deposito terutama pajak yang dikenakan. Ingin dapatkan insight perpajakan yang lain? Anda dapat membaca artikel pajak dari Rusdiono Consulting lainnya. 

Bahkan, Rusdiono Consulting menjadi salah satu jasa konsultan pajak terpercaya di Indonesia yang sudah memiliki banyak klien serta berpengalaman di perpajakan. Mudahkan urusan pajak bersama kami, mari taat bayar pajak demi pembangunan negeri.