Pemberitahuan Perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) atau yang dikenal dengan singkatan PPBJ adalah salah satu kewajiban penting bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam sistem perpajakan di Indonesia. Melalui PPBJ, PKP melaporkan perolehan BKP dan JKP yang dilakukan dalam rangka menjaga kepatuhan perpajakan.
Artikel ini akan membahas secara mendetail apa itu PPBJ, peraturan yang mengaturnya, siapa yang wajib melaporkannya, serta jenis BKP dan JKP yang harus dilaporkan, hingga cara membuat dokumen PPBJ.
Memahami Apa Itu PPBJ (Pemberitahuan Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak)
PPBJ merupakan pemberitahuan yang wajib disampaikan oleh PKP kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas perolehan BKP dan JKP dari pihak tertentu, khususnya dari penyedia yang belum dikukuhkan sebagai PKP atau dari luar negeri. Fungsi utama PPBJ adalah untuk memastikan bahwa PKP tetap memenuhi kewajiban perpajakannya dengan melaporkan perolehan barang dan jasa yang terkena pajak dalam setiap transaksi.
Secara garis besar, PPBJ berfungsi sebagai alat pengawasan oleh DJP untuk memastikan bahwa seluruh perolehan BKP dan JKP tercatat dengan baik dan sesuai dengan ketentuan perpajakan. Hal ini penting karena PPBJ akan menjadi dasar untuk penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus dibayar atau dilaporkan oleh PKP. Dengan adanya PPBJ, DJP dapat melakukan pengawasan yang lebih transparan dan akurat terhadap transaksi pajak.
Apa Saja Peraturan yang Mengatur Tentang PPBJ?
Beberapa peraturan yang mengatur tentang PPBJ dan kewajiban pelaporan perolehan BKP dan JKP antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Undang-Undang ini merupakan dasar utama yang mengatur tentang PPN, termasuk kewajiban pelaporan perolehan BKP dan JKP oleh PKP.
2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60/PMK.03/2012
Peraturan ini secara spesifik mengatur tentang tata cara penyampaian pemberitahuan perolehan BKP dan JKP yang dilakukan oleh PKP. Dalam peraturan ini juga diatur mengenai tata cara pelaporan PPBJ dan ketentuan lainnya yang terkait dengan pengawasan PPN.
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor 10/PJ/2010
Aturan ini mengatur lebih lanjut tentang tata cara penyampaian dan bentuk dokumen PPBJ yang harus dibuat oleh PKP dalam rangka melaporkan perolehan barang dan jasa kena pajak.
Melalui peraturan-peraturan tersebut, pemerintah memastikan bahwa setiap transaksi yang melibatkan BKP dan JKP tercatat dengan baik dan sesuai dengan ketentuan pajak.
Siapa Saja yang Wajib Melaporkan PPBJ?
Wajib melaporkan PPBJ adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memperoleh BKP dan JKP dari:
1. Pihak yang Belum Dikukuhkan sebagai PKP
PKP yang memperoleh barang atau jasa dari penyedia yang belum menjadi PKP wajib melaporkan transaksi tersebut melalui PPBJ.
2. Pihak dari Luar Negeri
Jika PKP memperoleh barang atau jasa dari pihak di luar negeri, maka mereka wajib melaporkannya sebagai PPBJ karena transaksi tersebut tetap dikenai PPN meskipun penyedia tidak berkedudukan di Indonesia.
PPBJ memastikan bahwa meskipun penyedia barang atau jasa belum PKP atau berasal dari luar negeri, transaksi tersebut tetap terkena PPN dan wajib dilaporkan oleh penerima barang atau jasa yang merupakan PKP.
Apa Saja Jenis BKP dan JKP yang Harus Dilaporkan dalam PPBJ?
Berikut adalah beberapa jenis BKP dan JKP yang harus dilaporkan dalam PPBJ:
1. Barang Kena Pajak (BKP)
Semua jenis barang yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN wajib dilaporkan dalam PPBJ jika diperoleh dari pihak yang belum PKP atau dari luar negeri. BKP ini mencakup berbagai barang seperti barang dagangan, aset tetap, dan barang-barang produksi.
2. Jasa Kena Pajak (JKP)
Sama seperti BKP, seluruh jasa yang dikenakan pajak juga harus dilaporkan jika diperoleh dari penyedia yang belum PKP atau dari luar negeri. Beberapa contoh JKP yang wajib dilaporkan termasuk jasa konsultasi, konstruksi, dan transportasi.
Pada dasarnya, seluruh transaksi yang melibatkan perolehan barang dan jasa yang dikenakan PPN wajib dilaporkan dalam PPBJ, terutama jika transaksi tersebut dilakukan dengan pihak yang belum dikukuhkan sebagai PKP atau pihak asing.
Bagaimana Cara Membuat Dokumen PPBJ?
Membuat dokumen PPBJ cukup sederhana jika PKP memahami alur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh DJP. Berikut langkah-langkah untuk membuat dan melaporkan dokumen PPBJ:
1. Kumpulkan Informasi Transaksi
Pastikan seluruh informasi mengenai transaksi yang melibatkan perolehan BKP dan JKP telah tercatat dengan baik. Informasi yang perlu dicatat mencakup identitas penyedia barang/jasa, nilai transaksi, jenis BKP/JKP, dan tanggal transaksi.
2. Gunakan Aplikasi e-Faktur
PPBJ dapat dilaporkan melalui aplikasi e-Faktur yang disediakan oleh DJP. Aplikasi ini memudahkan PKP dalam melaporkan transaksi BKP dan JKP serta menghitung PPN yang harus dibayarkan.
3. Masukkan Data Transaksi ke Aplikasi e-Faktur
Setelah aplikasi e-Faktur dibuka, masukkan data transaksi yang telah dikumpulkan, termasuk nilai barang atau jasa, dan PPN yang terutang. Pastikan data yang dimasukkan sesuai dengan bukti transaksi yang ada.
4. Buat dan Cetak Dokumen PPBJ
Setelah semua data dimasukkan, aplikasi e-Faktur akan secara otomatis menghasilkan dokumen PPBJ yang siap dilaporkan. Cetak dokumen ini sebagai bukti pelaporan yang sah.
5. Sampaikan PPBJ ke DJP
PPBJ dapat dilaporkan secara daring melalui aplikasi e-Faktur atau secara manual ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat. Jika pelaporan dilakukan secara daring, pastikan Anda mendapatkan bukti pelaporan yang sah dari DJP.
6. Bayar PPN Terutang
Jika terdapat PPN yang terutang atas transaksi tersebut, segera lakukan pembayaran melalui bank atau layanan pembayaran pajak yang telah bekerja sama dengan DJP.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini, PKP dapat memenuhi kewajiban pelaporan PPBJ dengan baik dan sesuai ketentuan yang berlaku.
Kesimpulan
PPBJ (Pemberitahuan Perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak) adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memperoleh barang atau jasa dari pihak yang belum PKP atau dari luar negeri. Dengan adanya PPBJ, DJP dapat melakukan pengawasan yang lebih transparan terhadap transaksi BKP dan JKP, sehingga memastikan kepatuhan pajak dari setiap transaksi tersebut.
Beberapa peraturan yang mengatur tentang PPBJ, seperti Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, PMK Nomor 60/PMK.03/2012, dan PER Nomor 10/PJ/2010, menetapkan bahwa seluruh PKP yang memperoleh BKP dan JKP wajib melaporkan perolehan tersebut dalam PPBJ. Dokumen PPBJ dapat dibuat dengan bantuan aplikasi e-Faktur dan dilaporkan secara daring atau manual ke DJP.